Potret sang Ibukota "Jakarta"
JAKARTA
|
||
Negara
|
Indonesia
|
|
Lokasi
|
Pulau Jawa
|
|
Hari Jadi
|
||
Dasar Hukum
|
UURI Nomor 29 Tahun 2007
|
|
Ibukota
|
Jakarta Pusat
|
|
Koordinat
|
||
DAU
|
Rp. 209.909.442.000,- (2011
|
|
Luas
|
740,3 km2
|
|
Populasi (2010)
|
Total
|
9.607.787 Jiwa
|
Kepadatan
|
12.978,2/km²
|
|
Demografi
|
Suku
|
|
Bahasa
|
||
Agama
|
||
Zona Waktu
|
||
Administratif
|
Kabupaten
|
1
|
Kota
|
5
|
|
Kecamatan
|
44
|
|
Desa
|
267
|
|
Lagu Daerah
|
Kicir-Kicir
|
|
Rumah Tradisional
|
Rumah Bapang/Kebaya
|
|
Senjata Tradisional
|
||
Situs Web
|
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta merupakan
satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak
di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942),
dan Djakarta (1942-1972).
Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan
penduduk berjumlah 9.607.787 jiwa (2010).[2] Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk
sekitar 28 juta jiwa,[5] merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau
urutan keenam dunia.[6]
Sejarah
Peta Batavia
(sekarang Jakarta) tahun 1888.
Etimologi
Nama Jakarta
digunakan sejak masa penjajahan Jepang tahun 1942,
untuk menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905.[7] Nama ini dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta (Dewanagari जयकृत), yang diberikan
oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan)
setelah menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni
1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau
"kota kejayaan", namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang
diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha".
Bentuk lain ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan
Portugis João de Barros dalam Décadas da Ásia (1553)
menyebutkan keberadaan "Xacatara dengan nama lain Caravam (Karawang)".[8] Sebuah dokumen (piagam) dari Banten (k. 1600) yang dibaca ahli epigrafi
Van der Tuuk juga telah menyebut istilah wong
Jaketra,[9] demikian pula nama Jaketra
juga disebutkan dalam surat-surat Sultan Banten[10] dan Sajarah Banten (pupuh 45 dan 47)[11] sebagaimana diteliti Hoessein Djajadiningrat.[12] Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596
menyebut Pangeran Wijayakrama sebagai koning van Jacatra
(raja Jakarta).[13]
Sunda Kelapa (397–1527)
Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah
satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kalapa,
berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat ditempuh
dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan. Menurut sumber
Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan
Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang dalam teks ini
disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari
ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh
yang berarti ibu kota) dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan
kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan
diperkirakan merupakan ibu kota Tarumanagara yang disebut Sundapura.
Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang
sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di
pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain,
wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah
yang menjadi komoditas dagang saat itu.
Jayakarta (1527–1619)
Bangsa Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama yang
datang ke Jakarta. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk
mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan
serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan
bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita
pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, dimana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya.
Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak
langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini
tragedi, karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota pelabuhan tersebut
dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk syahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, walikota Jakarta, pada tahun 1956 adalah berdasarkan tragedi
pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527. Fatahillah
mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta
yang berarti "kota kemenangan". Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon,
menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.
Batavia (1619–1942)
Orang Belanda datang ke
Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada
awal abad ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta, salah
seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan
kemudian mengubah namanya menjadi Batavia.
Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan
penting. (Lihat Batavia). Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai
pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar, India. Sebagian berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk
komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi. Waktu itu luas
Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua di Jakarta Utara.
Sebelum kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal
di wilayah Jayakarta seperti masyarakat Jatinegara Kaum. Sedangkan suku-suku dari etnis pendatang, pada zaman kolinialisme
Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di Jakarta ada
wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu,
Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali, dan Manggarai.
Pada tanggal 9 Oktober 1740, terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang Tionghoa.
Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke luar kota
dan melakukan perlawanan terhadap Belanda.[14] Dengan selesainya Koningsplein
(Gambir) pada tahun 1818,
Batavia berkembang ke arah selatan. Tanggal 1 April 1905 di Ibukota Batavia
dibentuk dua kotapraja atau gemeente,
yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda membangun kota
taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi petinggi Belanda
menggantikan Molenvliet di utara.
Pada tahun 1935, Batavia dan Meester Cornelis (Jatinegara) telah
terintegrasi menjadi sebuah wilayah Jakarta Raya.[15]
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan
untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di
Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah
provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan dengan surat
keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran
Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507.
Batavia menjadi salah satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping
Banten, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Jakarta (1942–Sekarang)
Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun
1942 dan mengganti nama
Batavia menjadi Djakarta untuk
menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini
juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki
Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.
Sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat.
Pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja
di bawah walikota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang
dipimpin oleh gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan
langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Jakarta diubah dari
Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap
dijabat oleh Sumarno.[16]
Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat
pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat
di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali.
Berbagai kantung pemukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Pulo Mas, Tebet, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dibangun secara mandiri oleh
berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti Perum Perumnas.
Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta
melakukan pembangunan proyek besar, antara lain Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa
ini pula Poros Medan
Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat
bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman
besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT
Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.
Laju perkembangan penduduk ini pernah coba
ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota
tertutup" bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan
pada masa-masa kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta
masih harus bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan
penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.
Pada Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang
memakan korban banyak etnis Tionghoa. Gedung MPR/DPR diduduki oleh para
mahasiswa yang menginginkan reformasi. Buntut kerusuhan
ini adalah turunnya Presiden Soeharto dari kursi
kepresidenan. (Lihat Kerusuhan Mei
1998).
Ekonomi
Selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta
juga merupakan pusat bisnis dan keuangan. Di samping Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia, kantor-kantor pusat perusahaan nasional banyak berlokasi di Jakarta.
Saat ini, lebih dari 70% uang negara, beredar di Jakarta.[17]
Jakarta merupakan salah satu kota di Asia dengan masyarakat kelas
menengah cukup besar. Pada tahun 2009, 13% masyarakat Jakarta berpenghasilan di
atas US$ 10.000. [18] Jumlah ini, menempatkan Jakarta sejajar dengan Singapura, Shanghai, Kuala Lumpur dan Mumbai.
Budaya dan Bahasa
Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah
campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu
kota Indonesia yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Suku-suku
yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari
penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar,
seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.
Jakarta merupakan daerah tujuan urbanisasi
berbagai ras di dunia dan berbagai suku bangsa di Indonesia, untuk itu
diperlukan bahasa komunikasi yang biasa digunakan dalam perdagangan yaitu Bahasa Melayu. Penduduk asli
yang berbahasa Sunda pun akhirnya menggunakan bahasa Melayu tersebut.
Walau demikian, masih banyak nama daerah dan
nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata
Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan lain-lain yang masih sesuai
dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[19] yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa
informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Melayu dialek Betawi. Untuk penduduk asli di Kampung Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh
menggunakan bahasa leluhur mereka yaitu bahasa Sunda.
Bahasa daerah juga digunakan
oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, Inggris dan Tionghoa. Hal demikian
terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu. Untuk
berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.
Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di
kalangan anak muda dengan kata-kata yang kadang-kadang dicampur dengan bahasa
asing. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling banyak digunakan, terutama untuk
kepentingan diplomatik, pendidikan, dan bisnis. Bahasa Mandarin juga
menjadi bahasa asing yang banyak digunakan, terutama di kalangan pebisnis
Tionghoa.
Transportasi
Dalam kota
Peta jalur
Transjakarta
Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya
dan jalan tol yang melayani seluruh kota, namun perkembangan jumlah mobil dengan
jumlah jalan sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).
Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan 100
titik simpang rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak
stabil, kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh warga Jakarta,
kemacetan juga diperparah oleh para pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta
seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat
di Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan Rasuna Said, Jalan Satrio, dan Jalan Gatot Subroto. Kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore hari, yakni di saat jam
pergi dan pulang kantor.
Untuk melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan sarana
bus PPD. Selain itu
terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak swasta, seperti Mayasari
Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan Bianglala. Bus-bus ini melayani rute yang
menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain Pulogadung, Kampung
Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak Bulus, Rawamangun,
dan Kampung Melayu.
Untuk angkutan lingkungan, terdapat angkutan kota seperti Mikrolet dan
KWK, dengan rute dari terminal ke lingkungan sekitar terminal. Selain itu ada
pula ojek, bajaj, dan bemo untuk angkutan
jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta yang menggunakan sepeda
motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta Kota, pengendara ojek menggunakan
sepeda ontel. Angkutan becak masih banyak dijumpai di wilayah pinggiran Jakarta seperti di Bekasi,
Tangerang, dan Depok.
Transjakarta
Bus
Transjakarta (Busway).
Sejak tahun 2004, Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah menghadirkan
layanan transportasi umum yang dikenal dengan TransJakarta. Layanan ini
menggunakan bus AC dan halte yang berada di jalur khusus. Saat ini ada sebelas
koridor Transjakarta yang telah beroperasi, yaitu :
Kereta Listrik
Kereta api Listrik (KRL) Jabotabek
Selain bus kota, angkutan kota, dan bus Transjakarta, sarana
transportasi andalan masyarakat Jakarta adalah kereta rel listrik atau yang
biasa dikenal dengan KRL Jabotabek. Kereta listrik ini beroperasi dari pagi hari hingga malam hari,
melayani masyrakat penglaju yang bertempat tinggal di seputaran Jabodetabek.
Ada beberapa jalur kereta rel listrik, yakni
·
Jalur Pengumpan.
Angkutan Sungai Jakarta /Waterway
Angkutan Sungai, atau lebih populer dengan
sebutan Waterways, adalah sebuah sistem transportasi alterntif melalui sungai
di Jakarta, Indonesia. Sistem transportasi ini diresmikan penggunaannya oleh
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada tanggal 6 Juni 2007. Sistem ini merupakan
bagian dari penataan sistem transportasi di Jakarta yang disebut Pola
Transportasi Makro (PTM). Dalam PTM disebutkan bahwa arah penataan sistem
transportasi merupakan integrasi beberapa model transportasi yang meliputi Bus
Rapid Transit (BRT), Light Rapid Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT), dan
Angkutan Sungai (Waterways).[1]
Waterways mulai dioperasikan dan diintegrasikan dalam transportasi makro
Jakarta setelah peresmian rute Halimun-Karet sepanjang 1,7 kilometer oleh
Gubernur Sutiyoso pada 6 Juni 2007. Rute ini merupakan bagian dari perencanaan
rute Manggarai-Karet sepanjang 3,6 kilometer. Waterways merupakan kelanjutan
dari pengoperasian sistem transportasi TransJakarta. Untuk mengawali Waterways,
Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta mengoperasikan dua unit kapal yang
masing-masing berkapasitas 28 orang yang disebut KM Kerapu III dan KM Kerapu IV
yang berkecepatan maksimal 8 knot
Luar kota
Untuk ke kota-kota di Pulau Jawa, bisa dicapai dari
Jakarta dengan jaringan jalan dan beberapa ruas jalan tol. Jalan tol terbaru
adalah Jalan Tol Cipularang yang mempersingkat waktu tempuh Jakarta-Bandung menjadi sekitar 2
- 3 jam. Selain itu juga tersedia layanan kereta api yang berangkat dari enam
stasiun pemberangkatan di Jakarta. Untuk ke Pulau Sumatera, tersedia ruas jalan tol Jakarta-Merak yang kemudian
dilanjutkan dengan layanan penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni. Untuk ke luar
pulau dan luar negeri, Jakarta memiliki satu pelabuhan laut di Tanjung Priok dan dua bandar
udara yaitu:
Bandara Soekarno HattaTerminal 3
·
Bandara Internasional Soekarno
Hatta, Cengkareng Banten yang berfungsi
sebagai pintu masuk utama ke Indonesia. Dari dan ke Bandara Soekarno Hatta, tersedia bus Damri yang mengantarkan penumpang dari dan ke Gambir, Rawamangun, Blok M, Pasar Minggu, Kampung Rambutan, Bogor, dan Bekasi, dll
·
Bandara Halim Perdanakusumayang banyak berfungsi untuk melayani penerbangan kenegaraan serta
penerbangan jarak pendek.
Untuk mendukung laju mobilitas penduduk, Jakarta membangun sejumlah
jalan tol yaitu Tol Dalam Kota, Tol Lingkar Luar, Tol Bandara, serta ruas tol Jakarta-Cikampek, Jakarta-Bogor-Ciawi, dan Jakarta-Merak, yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota di sekitarnya. Selain itu,
juga sedang dibangun ruas tol dalam kota yang menghubungkan Bekasi
Utara-Cawang-Kampung Melayu. Pemerintah juga berencana membangun Tol Lingkar
Luar tahap kedua yang melingkar dari Bandara Soekarno
Hatta-Tangerang-Serpong-Cinere-Cimanggis-Cibitung-Tanjung Priok.
Pemerintah Daerah DKI Jakarta tengah mempersiapkan pembangunan kereta
bawah tanah (subway) yang dananya
diperoleh dari pinjaman lunak negara Jepang. Untuk lintasan kereta api,
pemerintah sedang menyiapkan double-double
track pada jalur lintasan kereta api Manggarai-Cikarang. Selain itu juga,
saat ini sedang direncanakan untuk membangun jalur kereta api dari Manggarai
menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng.
Kependudukan
|
|
Jumlah penduduk Jakarta adalah 9.607.787 jiwa menurut data BPS hasil
sensus penduduk 2010.[2] Namun pada siang hari, angka tersebut dapat
bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok. Kota/Kabupaten
yang paling banyak penduduknya adalah Jakarta Timur dengan 2.693.896
penduduk, sementara Kepulauan Seribu adalah
kabupaten dengan paling sedikit penduduk, yaitu 21.082 jiwa.
Agama
Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta
beragam. Menurut data pemerintah DKI pada tahun 2005, komposisi penganut agama
di kota ini adalah Islam (84,4%), Kristen Protestan (6,2 %), Katolik (5,7 %), Hindu (1,2 %), dan Buddha (3,5 %)[20] Jumlah umat Buddha terlihat lebih banyak karena umat Konghucu juga ikut tercakup
di dalamnya. Angka ini tidak jauh berbeda dengan keadaan pada tahun 1980,
dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti oleh Protestan (6,3%), Katolik
(2,9%), Hindu dan Buddha (5,7%), serta Tidak beragama (0,3%)[21] Menurut Cribb, pada tahun 1971 penganut agama Kong Hu Cu secara relatif
adalah 1,7%. Pada tahun 1980 dan 2005, sensus penduduk tidak mencatat agama
yang dianut selain keenam agama yang diakui pemerintah.
Tempat peribadatan
Berbagai tempat peribadatan agama-agama
dunia dapat dijumpai di Jakarta. Masjid dan mushala, sebagai rumah ibadah umat Islam, tersebar di
seluruh penjuru kota, bahkan hampir di setiap lingkungan. Masjid terbesar
adalah masjid nasional, Masjid Istiqlal, yang
terletak di Gambir. Sejumlah masjid penting lain adalah Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru, Masjid At Tin di Taman Mini, dan Masjid Sunda Kelapa di Menteng.
Sedangkan gereja besar yang terdapat di
Jakarta antara lain, Gereja Katedral Jakarta, Gereja Santa Theresia di Menteng, dan Gereja Santo Yakobus di Kelapa Gading untuk umat Katolik. Masih dalam lingkungan di
dekatnya, terdapat bangunan Gereja Immanuel yang terletak di seberang Stasiun Gambir bagi umat Kristen Protestan. Selain
itu, ada Gereja Koinonia di Jatinegara, Gereja Sion di Jakarta Kota,
Gereja Kristen Toraja di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Bagi umat Hindu yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya, terdapat Pura
Adhitya Jaya yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, dan Pura Segara di Cilincing,
Jakarta Utara. Rumah ibadah umat Buddha antara lain Vihara Dhammacakka Jaya di Sunter, Vihara Theravada Buddha Sasana di Kelapa Gading, dan Vihara Silaparamitha di Cipinang Jaya. Sedangkan bagi penganut
Konghucu terdapat Kelenteng Jin Tek Yin. Jakarta juga memiliki satu sinagoga yang digunakan
oleh pekerja asing Yahudi.
Etnis
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa
penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang Jawa sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), dan Banjar (0,1%)[22]
Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari
tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa
setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa merupakan etnis
terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Etnis Betawi berjumlah 27,65%
dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun
1970-an, telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota.
Pada tahun 1961, orang Betawi masih membentuk persentase terbesar di wilayah
pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung[23]
Orang Tionghoa telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal
mengelompok di daerah-daerah pemukiman yang dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau
Kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang.[24] Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang
berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar
tradisional kota Jakarta.
Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, dan
Ambon, terkonsentrasi di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat keturunan Portugis, serta orang-orang
yang berasal dari Luzon, Filipina.
Etnis di Jakarta pada tahun 1930,
1961, dan 2000
|
Tahun 1930
|
Tahun 1961
|
Tahun 2000
|
11,01%
|
25,4% *
|
35,16%
|
|
36,19%
|
22,9%
|
27,65%
|
|
25,37%
|
32,85%
|
15,27%
|
|
14,67%
|
10,1%
|
5,53%
|
|
0,23%
|
1,0%
|
3,61%
|
|
0,60%
|
2,1%
|
3,18%
|
|
1,13%
|
2,8%
|
1,62%
|
|
--
|
0,6%
|
0,59%
|
|
0,05%
|
--
|
0,57
|
|
--
|
--
|
0,25
|
|
--
|
0,20
|
0,10
|
|
0,70%
|
0,70
|
--
|
|
Lain-lain
|
10,05%
|
1,35%
|
6,47%
|
Geografi
Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk Jakarta. Jakarta terletak
di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal ini
mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan
daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai
yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang
terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan
selatan Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah
barat berbatasan dengan provinsi Banten.
Kepulauan Seribu merupakan
kabupaten administratif yang terletak di Teluk Jakarta. Sekitar 105 pulau
terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara kota.
Iklim
Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis.
Terletak di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan
pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan
suhu rata-rata 27 °C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat
tinggi, pada saat itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak
musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter .
Bulan September dan awal oktober adalah hari-hari yang sangat panas di Jakata,
suhu udara dapat mencapai 40 °C .[27]. Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38 °C
(77°-100 °F).[28]
Taman kota
Jakarta memiliki banyak taman kota yang
berfungsi sebagai daerah resapan air. Taman Monas atau Taman Medan
Merdeka merupakan taman terluas yang terletak di jantung Jakarta. Di tengah
taman berdiri Monumen Nasional yang dibangun pada tahun 1963. Taman terbuka ini dibuat oleh Gubernur
Jenderal Herman Willem Daendels (1870) dan selesai pada tahun 1910 dengan nama Koningsplein. Di taman ini terdapat beberapa ekor kijang dan 33
pohon yang melambangkan 33 provinsi di Indonesia.
Taman Suropati terletak di kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Taman berbentuk
oval dengan luas 16,322 m2 ini, dikelilingi oleh beberapa bangunan Belanda
kuno. Di taman tersebut terdapat beberapa patung modern karya artis-artis ASEAN, yang memberikan
sebutan lain bagi taman tersebut, yaitu "Taman
persahabatan seniman ASEAN".
Taman Lapangan Banteng merupakan taman lain yang terletak di Gambir,
Jakarta Pusat. Luasnya sekitar 4,5 ha. Disini terdapat Monumen Pembebasan Irian
Barat. Pada tahun 1970-an, taman ini digunakan sebagai terminal bus. Kemudian
pada tahun 1993, taman ini kembali diubah menjadi ruang publik, tempat
rekreasi, dan juga kadang-kadang sebagai tempat pertunjukan seni.[32]
Lingkungan
Jakarta merupakan salah satu kota terbersih
di Indonesia. Pada tahun 2010, lima wilayah kota di Jakarta meraih penghargaan Bangun Praja kategori
"Kota Terbersih dan Terindah di Indonesia" (dulu disebut
"Adipura"). Salah satu faktor penentu keberhasilan tersebut adalah
keberadaan kawasan Menteng dan Kebayoran Baru yang asri dan bersih.
Selain Menteng dan Kebayoran Baru, banyak
wilayah lain di Jakarta yang sudah bersih dan teratur. Pemukiman ini biasanya
dikembangkan oleh pengembang swasta, dan menjadi tempat tinggal masyarakat
kelas menengah. Pondok Indah, Kelapa Gading, Pulo Mas, dan Cempaka Putih,
adalah beberapa wilayah pemukiman yang bersih dan teratur. Namun di beberapa wilayah
lain Jakarta, masih nampak pemukiman kumuh yang belum teratur. Pemukiman kumuh
ini berupa perkampungan dengan tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi, serta
banyaknya rumah yang dibangun secara berhimpitan di dalam gang-gang sempit.
Beberapa wilayah di Jakarta yang memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi
antara lain, Tanjung Priok, Johar Baru, Pademangan, Sawah Besar, dan Tambora.
Pemerintahan
Peta DKI Jakarta
tanpa Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.
Dasar hukum bagi DKI Jakarta adalah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007, tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia. UU ini menggantikan UU Nomor 34 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta
serta UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu
kota Negara Republik Indonesia Jakarta yang keduanya tidak berlaku lagi.
Jakarta berstatus setingkat provinsi dan dipimpin oleh seorang gubernur.
Berbeda dengan provinsi lainnya, Jakarta hanya memiliki pembagian di bawahnya
berupa kota administratif dan kabupaten administratif, yang berarti tidak
memiliki perwakilan rakyat tersendiri.
DKI Jakarta memiliki status khusus sebagai Daerah Khusus Ibukota. DKI Jakarta ini dibagi kepada lima kota dan satu kabupaten, yaitu:
No.
|
Kabupaten/Kota administrasi
|
Ibu kota
|
1
|
||
2
|
-
|
|
3
|
||
4
|
-
|
|
5
|
||
6
|
Perwakilan
DKI Jakarta memiliki 21 perwakilan di DPR (dari tiga daerah
pemilihan) dan empat orang untuk DPD. Keempat anggota
DPD untuk periode 2009-2014 adalah H. Dani Anwar, Drs.H. A.M. Fatwa, H. Djan Faridz, dan Pardi.[35] Selain itu Berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2009, DPRD Jakarta memperoleh total 94 kursi yang didominasi oleh Partai Demokrat (32 kursi),
PKS (18 kursi) dan PDI-P (11 kursi).[36]
Mayoritas dari anggota ini adalah wajah baru (70/94, sekitar 74%),
dengan proporsi anggota perempuan 27/94 (meningkat dari periode sebelumnya,
11/56).[37]
Pendidikan
DKI Jakarta menyediakan sarana pendidikan
dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Kualitas dari pendidikan pun juga sangat bervariasi dari gedung mewah
ber-AC sampai yang sederhana.
Belakangan ini mulai muncul berbagai sekolah
dengan kurikulum yang diserap dari negara lain seperti Singapura dan Australia. Sekolah lain
dengan kurikulum Indonesia pun juga muncul dengan metode pengajaran yang
berbeda, seperti Sekolah Dasar Islam Terpadu. Selain sekolah yang didirikan
oleh pemerintah, banyak pula sekolah yang dikembangkan oleh pihak swasta,
seperti Al-Azhar, Muhammadiyah, BPK Penabur, Kolese Kanisius (Canisius
College ; CC), Don Bosco, Tarakanita, Pangudi Luhur, Santa Ursula dan Marsudirini.
Pariwisata
Wisata Keluarga
Jakarta mempunyai beberapa tempat pariwisata yang terkenal dan biasa
dikunjungi oleh para wisatawan lokal dan mancanegara diantaranya adalah:
Wisata Sejarah
Untuk wisata sejarah, Jakarta juga memiliki
beberapa museum yang dapat dikunjungi diantaranya Museum Gajah dan Museum Fatahillah. Selain itu Jakarta juga memiliki beberapa monumen yang memiliki nilai
sejarah. Banyak dari monumen-monumen ini yang didirikan atau dibangun pada masa
presiden Soekarno, antara lain Monumen Nasional dan Monumen Selamat Datang. Hal ini didasari tekad Sukarno pada saat itu yang ingin membuat kota
Jakarta sebagai kota monumental.[38]
Wisata Belanja
Dalam rangka menciptakan Jakarta sebagai kota
tujuan wisata belanja, pemerintah mengadakan program "Enjoy Jakarta".
Program ini diadakan di pusat-pusat perbelanjaan yang terdapat di Jakarta.
Untuk mewujudkan Jakarta sebagai tujuan wisata belanja yang unggul, pemerintah
saat ini sedang mengembangkan poros Casablanca-Satrio sebagai poros wisata belanja. Di poros ini, selain sudah ada pusat
perbelanjaan Mal Ambassador, ITC Kuningan, dan Rasuna Epicentrum, nantinya juga
hadir pusat perbelanjaan Ciputra World Jakarta, Kuningan City, dan Kota Casablanca.
Pusat perbelanjaan
Sejak awal tahun 1910, Pemerintah DKI
Jakarta gencar membangun pusat-pusat perbelanjaan modern, atau biasa yang dikenal dengan mal dan plaza. Saat ini Jakarta
merupakan salah satu kota di Asia yang banyak memiliki pusat perbelanjaan.[39] Beberapa pusat perbelanjaan modern di Jakarta memiliki luas yang cukup
besar (lebih dari 100.000 m2). Di pusat-pusat perbelanjaan tersebut
hadir berbagai waralaba internasional seperti Starbucks, Sogo, jaringan restoran
siap saji McDonalds. Selain itu, perusahaan-perusahaan waralaba nasional juga memenuhi
ruang pusat-pusat perbelanjaan tersebut, seperti Es Teler 77, J.Co dan Bakmie Gajah Mada. Beberapa pusat perbelanjaan tersebut diantaranya adalah :
Mal Taman
Anggrek, Jakarta Barat.
Jakarta Pusat
·
Grand Indonesia, merupakan
salah satu mal terluas dan paling prestisius di Indonesia. Mal ini terbagi
menjadi dua distrik, yaitu West Mall
dan East Mall. Mal yang terletak di
Jalan Thamrin, Jakarta Pusat ini, memiliki luas 250.000 m2, dan
menjadi tempat bagi merek-merek papan atas, seperti Zara, Louis Vuitton, Marks & Spencer, Chanel, Burberry, Forever21, GAP, Gucci, Guess, Polo, dan Samuel & Kevin. Termasuk Toko Buku Gramedia. Di bagian bawah pusat perbelanjaan ini terdapat berbagai macam
restoran yang dapat dinikmati oleh para pengunjung.
·
Plaza Indonesia, terletak
di Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat. Dengan luas sekitar 42.540 m2,
mall ini pernah menjadi tempat pertama berdirinya Sogo Department Store Indonesia, namun telah ditutup sejak tahun 2009. Di mall ini terdapat Debenhams Department Store, Louis Vuitton, Food Hall, dan Hard Rock Cafe. Mall ini terintergrasi dengan EX Plaza, Grand Hyatt Hotel Jakarta, The Plaza Office Tower, The Keraton Hyatt Residence, dan
Kedutaan Besar Jepang.
·
Plaza Senayan, merupakan mal
besar di Jakarta yang terletak di Jalan Asia Afrika, Jakarta Selatan. Mall ini
memiliki luas 130.500 m2. Di mall ini terdapat sejumlah department
store kelas menengah keatas seperti Sogo Department Store dan Metro Department Store. Di mall ini juga terdapat toko buku yang terkenal di dunia, yakni Kinokuniya. Di bagian atrium
mall ini terdapat sebuah jam raksasa buatan Seiko, Jepang. Jam ini terdiri dari
6 patung pemusik, setiap patung memainkan alat musik yang berbeda.
·
Senayan City, terletak di Jalan
Asia Afrika, Jakarta Selatan. Mall ini terletak berseberangan dengan Plaza Senayan dan berdekatan
dengan Gelora Bung Karno. Mall ini memiliki luas 68.000 m2. Di atas mall ini terdapat
menara kantor stasiun televisi SCTV.
Jakarta Barat
·
Central Park Mall, terletak
di Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Mall ini memiliki luas 167.000 m2.
Desain mal ini meniru gaya unsur alam. Di mall ini terdapat sebuah food court
yang asri, lalu terdapat Sogo Department Store, Carrefour, dan Central Park Furnishings. Mall ini terletak di kawasan Podomoro City yang dikembangkan oleh Agung Podomoro.
·
Mal Taman Anggrek, terletak
di Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Dengan luas sekitar 130.000 m2,
pusat perbelanjaan ini menyediakan lapangan ski indoor yang terbesar di Asia
Tenggara.
·
Mall Ciputra Jakarta, berada di lokasi yang sangat strategis, yakni berada di depan jalan
tol dan diapit oleh 2 universitas tekenal. Mall ini terletak di Jalan S.
Parman, Jakarta Barat. Mall ini memiliki luas 80.000 m2. Diatas mall
ini terdapat Hotel Ciputra Jakarta. Di mall ini terdapat Matahari Department Store dan Hero Supermarket.
Jakarta Utara
·
Mal Artha Gading, merupakan
salah satu mal yang paling unik di Jakarta. Konsep interior
mall ini meniru gaya sejarah Jalur Sutera. Mall ini memiliki
7 buah atrium, yakni atrium Nusantara, China, India, Persia, Italia, Paris, dan Millenium. Mal ini memiliki
luas 270.000 m2. Di mall ini terdapat Ace Hardware & Index, Diamond Supermarket, Electronic City, IT Center, Amazone, Artha XXI dan lain lain.
·
Mal Kelapa Gading, terletak
di Jalan Kelapa Gading Boulevard, Jakarta Utara. Dengan luas mencapai 147.000 m2,
mal ini memiliki food court dan pusat
mode terlengkap di Jakarta.
·
Emporium Pluit Mall, terletak
di Jalan Pluit Selatan Raya, Jakarta Utara. Dengan luas 61.243 m2,
mall ini memiliki Sogo Department Store, Carrefour, dan anchor tenant lainnya. Mall ini dikembangkan oleh PT Pluit Propertindo.
Jakarta Selatan
·
Pondok Indah Mall, terletak
di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan. Mall ini terdiri dari 2 bangunan
utama yakni Pondok Indah Mall I dan II. Pondok Indah Mall II adalah mall
terlengkap untuk memenuhi kebutuhan warga Jakarta Selatan. Di mall II
ini terdapat Sogo Department Store, Metro Department Store, dan banyak tenant besar lainnya.
·
Pacific Place Jakarta, terletak di kawasan SCBD. Di atas mall ini terdapat Ritz Carlton Hotel Pacific
Place dan 2 menara Ritz Carlton Residence. Di mall ini terdapat M Pacific
Place, Kidzania, Blitzmegaplex, Kem Chicks, dan tenant lainnya.
·
Cilandak Town Square, terletak di Jalan TB. Simatupang, Jakarta Selatan. Mall ini terkenal
sebagai pusat hiburan di Jakarta Selatan. Di mal ini
terdapat banyak restoran, lounge, dan cafe.
Jakarta Timur
·
Cibubur Junction, terletak
di Ciracas, Jakarta Timur. Mall ini memiliki luas 31.987 m2. Di mall
ini terdapat Hypermart, Matahari Department Store, Cinema 21, Karisma Book Store, Timezone, dan anchor tenant lainnya.
Di samping pusat-pusat perbelanjaan mewah, Jakarta juga memiliki banyak pasar-pasar
tradisional dan pusat perdagangan grosir antara lain: ITC Cempaka Mas, ITC Mangga
Dua, ITC Roxy Mas, Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang yang menjadi pusat grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara. Selain itu,
terdapat pula hypermarket yang menjadi tren belanja kalangan menengah di
Jakarta antara lain: Carrefour, Hypermart, Giant, Ranch Market dan Lotte Mart. Untuk lingkup lingkungan lebih kecil tersedia pusat belanja kebutuhan
sehari-hari dengan harga yang terjangkau seperti Indomaret dan Alfamart. Selain itu
terdapat pula pasar tradisional seperti Pasar Baru, Pasar Minggu, Pasar Palmerah dan lain-lain. Di Jakarta terdapat pula beberapa pasar barang-barang
yang unik dan antik seperti Jalan Surabaya dan Pasar Rawabening.
Pasar tradisional
Jakarta memiliki nama-nama pasar sesuai
dengan nama hari dalam sepekan. Namun dari nama-nama hari itu termasuk Pasar Minggu, Pasar Senen, Pasar Rebo, dan Pasar Jumat, dan kini menjadi nama sebuah daerah. Sementara, Pasar Selasa, Pasar
Kamis, dan Pasar Sabtu, tidak terdengar lagi, konon karena terkalahkan oleh
nama daerah. Nama pasar dikaitkan dengan nama hari karena dalam riwayatnya,
aktivitas di pasar itu dilakukan pada hari tertentu. Misalnya, disebut Pasar Senen karena aktivitas
di pasar tersebut dulunya selalu dilakukan setiap hari Senin. Kini nama
tersebut menjadi sebuah kecamatan di wilayah Jakarta Pusat.
Dalam arsip Kolonial, pasar pertama kali
didirikan oleh seorang tuan tanah berdarah Belanda bernama Yustinus Vinck di bagian selatan Castle Batavia pada tahun 1730an. Pasar itu bernama
Vincke Passer yang saat ini dikenal dengan nama Pasar Senen. Vincke Passer
merupakan pasar pertama yang menerapkan sistem jual beli dengan menggunakan
uang sebagai alat jual beli yang sah.
Kemudian masuk pada abad ke-19 atau pada tahun 1801, pemerintah VOC memberikan
kebijakan dalam perizinan membangun pasar kepada tuan tanah. Namun dengan
peraturan pasar yang didirikan dibedakan menurut harinya. Vincke Passer buka setiap hari Senin, sehingga orang pribumi sering
menyebut Vincke Passer sebagai Pasar Senen dan hingga saat ini nama tersebut
masih melekat hingga diabadikan menjadi sebuah nama daerah.
Selain Vincke Passer yang buka hari Senin, ada juga pasar yang buka hari
Selasa yakni Pasar Koja, pasar yang buka setiap hari Rabu adalah Pasar Rebo yang kini menjadi
Pasar Induk Kramat Jati. Kemudian pasar yang buka setiap hari Kamis adalah Mester Passer yang kini disebut Pasar Jatinegara.
Selanjutnya ada beberapa pasar yang buka di hari Jumat, sebut saja Pasar
Lebakbulus, Pasar Klender, dan Pasar Cimanggis.
Untuk Pasar Sabtu, atau pasar yang bukanya
setiap hari Sabtu adalah Pasar Tanah Abang. Sedangkan Pasar Minggu atau yang dulu
dikenal dengan sebutan Tanjung Oost
Passer buka pada hari Minggu. Perbedaan pengoperasian pasar ini dilakukan VOC dengan alasan
keamanan serta faktor untuk mempermudah orang dalam berkunjung dan lebih
mengenal suatu pasar.
Sayangnya, kebijakan berlakunya hari kerja pasar tak berlangsung lama.
Sebab sejak VOC bangkrut akibat banyak pejabat yang korupsi, pemerintahan
Belanda di Batavia diambil alih oleh Kerajaan Hindia-Belanda. Sejak zaman
Hindia-Belanda, peraturan hari kerja pasar pun tak berlaku lagi, hingga
sebagian besar pasar buka setiap hari, meski terlanjur menyandang nama hari
sebagai nama pasar.
Di zaman Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 inilah banyak bermunculan pasar-pasar baru yang
lebih modern, seperti Pasar Baru dan Pasar Glodok. Pasar-pasar yang muncul di era abad ke-19 akhir hingga awal abad ke-20
menjadi inspirasi lahirnya supermarket dan juga mal.
Olahraga
Stadion Utama Gelora Bung
Karno
Sejak masa Presiden Soekarno hingga saat ini,
Jakarta sering menjadi tempat penyelenggaraan event-event olahraga berskala internasional, di antaranya pernah
menjadi tuan rumah Asian Games pada tahun 1962, Piala Asia pada tahun 2007 dan beberapa kali menjadi tuan rumah Pesta Olahraga bangsa-bangsa Asia
Tenggara atau yang lebih dikenal dengan Sea Games. Mayoritas
masyarakat Jakarta gemar berolahraga. Sepak bola merupakan cabang
permainan yang banyak diminati masyarakat, di samping bulu tangkis, bola voli, dan bola basket. Jakarta memiliki
beberapa klub sepak bola profesional. Diantaranya Persija Jakarta Pusat dan Persitara Jakarta Utara, yang saat ini ikut berlaga di kompetisi Liga Super Indonesia.
Tempat-tempat olahraga di Jakarta antara lain: Gelora Bung Karno Senayan di Jakarta Pusat; Stadion Lebak Bulus, GOR
Bulungan, Lapangan Golf Pondok Indah, Lapangan Golf Matoa, dan GOR Soemantri Brodjonegoro Kuningan di Jakarta Selatan; Stadion Tugu, Stadion Kamal, Gedung Basket
Kelapa Gading, Lapangan Golf Ancol, dan Sports Mall Kelapa Gading di Jakarta Utara; Stadion Bea Cukai
Rawa Mangun, Lapangan Golf Rawa Mangun, Pacuan Kuda Pulo Mas, dan Gedung Senam
DKI Radin Inten di Jakarta Timur
Media
Jakarta menjadi lokasi kantor pusat hampir seluruh media nasional baik
surat kabar, majalah, situs berita, radio, ataupun televisi.
Surat kabar
Beberapa surat kabar yang terbit di Jakarta antara lain: Kompas, Harian Pelita, Suara Pembaruan, Indo Pos, Koran Jakarta, The Jakarta Post,Indonesia Shang Bao, Jurnal Nasional, Bisnis Indonesia, Investor Daily, Seputar Indonesia, Republika, Media Indonesia, Koran Tempo, Pos Kota, Warta Kota, Rakyat Merdeka, Lampu Hijau dan Non'stop.
Televisi
TVRI adalah stasiun
televisi milik pemerintah yang berpusat di Jakarta. Selain TVRI beberapa stasiun
televisi swasta lainnya juga berpusat di Jakarta: RCTI, SCTV, MNCTV, ANTV, Indosiar, MetroTV, Trans TV, Trans7, tvOne, Global TV.
Stasiun televisi lokal yang hanya mengudara di wilayah Jabodetabek
antara lain: JakTV, O Channel, Televisi Anak Jakarta, Elshinta TV, DAAI TV, SINDOtv, Kompas TV dan B Channel.
Stasiun Televisi
|
Frekuensi
|
|
Siaran mengudara
|
Siaran berjaringan
|
23 UHF
|
|
|||
35 UHF
|
|
|||
59 UHF
|
|
|||
39 UHF
|
|
|||
55 UHF
|
|
|||
33 UHF
|
|
|||
27 UHF
|
|
|||
34 UHF
|
|
|||
28 UHF
|
|
Radio
Jakarta memiliki berbagai stasiun radio yaitu, beberapa di antaranya:
·
Hard Rock 87.6 FM
·
Mustang 88 FM
·
ARH Global 88.4 FM
·
Cosmopolitan 90.4 FM
·
Radio Milllenia Radar Musik 91.60 FM
·
Women Radio 94.30 FM
·
U FM 94.7 FM
·
95.1 KISFM
·
RAS 95.5 FM
·
Radio A 96.7 FM
·
Gen FM 98.7 FM
·
Delta 99.1 FM
·
JakFM 101.0 FM
·
Pop FM 103
·
Radio 104.2 MSTRI FM
·
MSTRI 104.2 FM
·
Ramako 105.8
·
Bens Radio 106.20 FM
·
M Radio 106.6 FM
·
Radio SSK 107.9 FM
Permasalahan
Banjir merupakan masalah berkepanjangan yang terus melanda Jakarta.
Permasalahan sosial
Sebagaimana umumnya kota megapolitan, kota
yang berpenduduk di atas 10 juta, Jakarta memiliki masalah stress, kriminalitas, dan kemiskinan. Penyimpangan
peruntukan lahan dan privatisasi lahan telah menghabiskan persediaan taman kota
sehingga menambah tingkat stress warga Jakarta. Kemacetan lalu lintas,
menurunnya interaksi sosial karena gaya hidup individualistik juga menjadi penyebab stress. Tata ruang kota yang tidak
partisipatif dan tidak humanis menyisakan ruang-ruang sisa yang mengundang
tindak laku kriminal. Penggusuran kampung miskin dan penggusuran lahan usaha informal oleh pemerintah DKI
adalah penyebab aktif kemiskinan di DKI.
Jumlah pendatang di Jakarta (2002-2005)
Tahun
|
Eksodus
|
Influks
|
Perbedaan
|
2.643.273
|
2.874.801
|
231.528
|
|
2.816.384
|
3.021.214
|
204.830
|
|
2.213.812
|
2.404.168
|
190.356
|
|
?
|
|
200.000-250.000*
|
Catatan: Perkiraan jumlah pendatang dijakarta
Sumber: Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta
Sumber: Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta
Banjir
Pembangunan tanpa kendali di wilayah hilir,
penyimpangan peruntukan lahan kota, dan penurunan tanah akibat eksploitasi air
oleh industri, menyebabkan turunnya kapasitas penyaluran air sistem sungai,
yang menyebabkan terjadinya banjir besar di Jakarta.
Tata ruang kota yang sering berubah-ubah, menyebabkan polusi udara dan
banjir sulit dikendalikan. Walaupun pemerintah telah menetapkan wilayah selatan
Jakarta sebagai daerah resapan air, namun ketentuan tersebut sering dilanggar
dengan terus dibangunnya perumahan serta pusat bisnis baru. Beberapa wilayah
yang diperuntukkan untuk pemukiman, banyak yang beralih fungsi menjadi tempat
komersial.
Untuk memperbaiki keadaan, Jakarta membangun dua banjir kanal, yaitu
Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. Banjir Kanal Timur mengalihkan air
dari kali Cipinang ke arah timur, melalui daerah Pondok Bambu, Pondok Kopi,
Cakung, sampai Cilincing. Sedangkan Banjir Kanal Barat yang telah dibangun
sejak zaman kolonial Belanda, mengaliri air melalui Karet, Tanahabang, sampai Angke. Selain itu
Jakarta juga memiliki dua drainase, yaitu Cakung Drain dan Cengkareng Drain.
Makanan
Jakarta merupakan kota internasional yang
banyak menyajikan makanan khas dari seluruh dunia. Di wilayah-wilayah yang
banyak didiami oleh para ekspatriat asing, seperti di daerah Menteng, Kemang,
Pondok Indah, dan daerah pusat bisnis Jakarta, tidak sulit untuk menjumpai
makanan-makanan khas asal Eropa, China, Jepang dan Korea. Makanan-makanan ini
biasanya dijual dalam restoran-restoran mewah.
Di Jakarta, dan sepeti kota-kota besar lainnya di Indonesia, Rumah Makan Padang yang paling
banyak dijumpai. Hampir di seluruh tempat di Jakarta, dengan mudah dijumpai
rumah makan yang manyajikan masakan asal Minang ini. Jakarta juga
memiliki makanan khasnya, yang paling terkenal adalah Kerak Telor, Soto Betawi, Kue Ape, Roti
Buaya, Combro, Nasi uduk dan lain-lain. Selain itu di Jakarta juga bisa
ditemukan makanan tradisional dari daerah misalnya makanan khas Jawa Timur,
seperti Rawon, Rujak Cingur, dan Kupang Lontong.
Kota kembar
|
|
|
Demikian Postingan yang dapat Waes’s Educative
Blogs Sampaikan. Semoga Bermanfaat bagi Anda dan Terima Kasih atas
Kunjungannya. Demi kemajuan Blog ini dimasa mendatang, Maka kami meminta
partisipasinya kepada Para Pembaca Untuk Kiranya dapat memberikan komentar baik
berupa kritik maupun saran di setiap postingan dari blog ini. Terima Kasih.
0 Feed back:
Post a Comment