Hal yang Diperbolehkan Ketika berpuasa
Bagi hamba yang masih memiliki
tabiāat baik pasti mengetahui bahwa Allah selalu menginginkan kemudahan dan
bukan menginginkan kesulitan bagi hamba-Nya. Dalam perihal puasa, Allah Taāala
juga menginginkan demikian dan ingin menghilangkan kesulitan dari hamba-Nya.
Berikut ini adalah beberapa hal yang
dibolehkan oleh syariāat ini dan tidak membatalkan puasa:
1. Mendapati waktu fajar dalam
keadaan junub.
Dari āAisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu
āanhuma, mereka berkata,
Ų£ŁŁŁŁ
Ų±ŁŲ³ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ ā ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
ā ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŲÆŁŲ±ŁŁŁŁŁ
Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł ŁŁŁŁŁŁ Ų¬ŁŁŁŲØŁ Ł
ŁŁŁ Ų£ŁŁŁŁŁŁŁ Ų Ų«ŁŁ
ŁŁ ŁŁŲŗŁŲŖŁŲ³ŁŁŁ ŁŁŁŁŲµŁŁŁ
Ł
āNabi shallallahu āalaihi wa
sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena
bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu āalaihi wa sallam mandi
dan tetap berpuasa.ā[1]
Istri tercinta Nabi shallallahu
āalaihi wa sallam, āAisyah radhiyallahu āanha berkata,
ŁŁŲÆŁ
ŁŁŲ§ŁŁ Ų±ŁŲ³ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ -ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
- ŁŁŲÆŁŲ±ŁŁŁŁŁ
Ų§ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ±Ł ŁŁŁ Ų±ŁŁ
ŁŲ¶ŁŲ§ŁŁ ŁŁŁŁŁŁ Ų¬ŁŁŁŲØŁ Ł
ŁŁŁ ŲŗŁŁŁŲ±Ł ŲŁŁŁŁ
Ł ŁŁŁŁŲŗŁŲŖŁŲ³ŁŁŁ ŁŁŁŁŲµŁŁŁ
Ł.
āRasulullah shallallahu āalaihi
wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub
bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu āalaihi wa sallam mandi
dan tetap berpuasa.ā[2]
2. Bersiwak ketika berpuasa.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu
āalaihi wa sallam,
ŁŁŁŁŁŲ§Ł
Ų£ŁŁŁ Ų£ŁŲ“ŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų£ŁŁ
ŁŁŲŖŁŁ ŁŲ£ŁŁ
ŁŲ±ŁŲŖŁŁŁŁ
Ł ŲØŁŲ§ŁŲ³ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų¹ŁŁŁŲÆŁ ŁŁŁŁŁ ŁŁŲ¶ŁŁŲ”Ł
āSeandainya tidak memberatkan
umatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk menyikat gigi (bersiwak) setiap
kali berwudhu.ā[3]
Imam Al Bukhari membawakan hadits di
atas (tanpa sanad) dalam judul Bab āSiwak basah dan kering bagi orang yang
berpuasaā. Judul bab ini mengisyaratkan bahwa Imam Al Bukhari ingin menyanggah
sebagian ulama (seperti ulama Malikiyah dan Asy Syaābi) yang memakruhkan untuk
bersiwak ketika berpuasa dengan siwak basah.[4]
Ibnu Taimiyah rahimahullah
menjelaskan, āAdapun siwak (ketika berpuasa) maka itu dibolehkan tanpa ada
perselisihan di antara para ulama. Akan tetapi, para ulama berselisih pendapat
tentang makruhnya hal itu jika dilakukan setelah waktu zawal (matahari
tergelincir ke barat). Ada dua pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad dalam
masalah ini. Namun yang tepat, tidak ada dalil syariāi yang mengkhususkan bahwa
hal tersebut dimakruhkan. Padahal terdapat dalil-dalil umum yang membolehkan
untuk bersiwak.ā[5]
Penulis Tuhfatul Ahwadzi mengatakan,
āHadits-hadits yang semakna dengan di atas yang membicarakan keutamaan bersiwak
adalah hadits mutlak yang menunjukkan bahwa siwak dibolehkan setiap saat.
Inilah pendapat yang lebih tepat.ā[6]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al
Utsaimin rahimahullah mengatakan, āYang benar adalah siwak
dianjurkan bagi orang yang berpuasa mulai dari awal hingga akhir siang.ā[7]
Dalil yang menunjukkan mengenai
keutamaan siwak adalah hadits āAisyah. Dari āAisyah, Rasulullah shallallahu
āalaihi wa sallam bersabda,
Ų§ŁŲ³ŁŁŁŁŲ§ŁŁ
Ł
ŁŲ·ŁŁŁŲ±ŁŲ©Ł ŁŁŁŁŁŁŁ
Ł Ł
ŁŲ±ŁŲ¶ŁŲ§Ų©Ł ŁŁŁŲ±ŁŁŲØŁŁ
āBersiwak itu akan membuat mulut
bersih dan diridhoi oleh Allah.ā[8]
Adapun menggunakan pasta gigi ketika
puasa lebih baik tidak digunakan ketika berpuasa karena pasta gigi memiliki pengaruh
sangat kuat hingga bisa mempengaruhi bagian dalam tubuh dan kadang seseorang
tidak merasakannya. Waktu untuk menyikat gigi sebenarnya masih lapang. Jika
seseorang mengakhirkan untuk menyikat gigi hingga waktu berbuka, maka dia
berarti telah menjaga diri dari perkara yang dapat merusak puasanya.[9]
3. Berkumur-kumur dan memasukkan air
ke dalam hidung asal tidak berlebihan.
Nabi shallallahu āalaihi wa
sallam bersabda,
ŁŁŲØŁŲ§ŁŁŲŗŁ
ŁŁŁ Ų§ŁŲ§ŁŲ³ŁŲŖŁŁŁŲ“ŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŁŲ§ŁŁ Ų£ŁŁŁ ŲŖŁŁŁŁŁŁ ŲµŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł
āBersungguh-sungguhlah dalam
beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa.ā[10]
Ibnu Taimiyah menjelaskan, āAdapun
berkumur-kumur dan beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) dibolehkan bagi
orang yang berpuasa berdasarkan kesepakatan para ulama. Nabi shallallahu
āalaihi wa sallam dan para sahabat juga berkumur-kumur dan beristinsyaq
ketika berpuasa. ā¦ Akan tetapi, dilarang untuk berlebih-lebihan ketika itu.ā[11]
Juga tidak mengapa jika orang yang
berpuasa berkumur-kumur meski tidak karena wudhu dan mandi.[12]
Jika masih ada sesuatu yang basah
āyang tersisa sesudah berkumur-kumur- di dalam mulut lalu tertelan tanpa
sengaja, seperti itu tidak membatalkan puasa karena sulit dihindari. Ibnu Hajar
rahimahullah mengatakan, āJika dikhawatirkan sehabis bersiwak terdapat
sesuatu yang basah di dalam mulut (seperti sesudah berkumur-kumur dan masih
tersisa sesuatu yang basah di dalam mulut), maka itu tidak membatalkan puasa
walaupun sesuatu yang basah tadi ikut tertelan.ā[13]
4. Bercumbu dan mencium istri selama
aman dari keluarnya mani.
Orang yang berpuasa dibolehkan
bercumbu dengan istrinya selama tidak di kemaluan dan selama terhindar dari
terjerumus pada hal yang terlarang. Puasanya tidak batal selama tidak keluar
mani.[14]
An Nawawi rahimahullah mengatakan, āTidak ada perselisihan di antara
para ulama bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan puasa selama
tidak keluar maniā.[15]
Dalil-dalil berikut menunjukkan
bolehnya bercumbu dengan istri ketika berpuasa sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu
āalaihi wa sallam dan beberapa sahabat radhiyallahu āanhum.
Dari āAisyah radhiyallahu āanha,
beliau berkata,
ŁŁŲ§ŁŁ
Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ ā ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
ā ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ
ŁŁŁŁŲØŁŲ§Ų“ŁŲ±Ł Ų ŁŁŁŁŁŁ ŲµŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł Ų ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų£ŁŁ
ŁŁŁŁŁŁŁŁ
Ł ŁŲ„ŁŲ±ŁŲØŁŁŁ .
āNabi shallallahu āalaihi wa
sallam biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau shallallahu āalaihi
wa sallam dalam keadaan berpuasa. Beliau shallallahu āalaihi wa sallam
melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan
syahwatnya.ā[16]
Dari Jabir bin āAbdillah, dari āUmar
Bin Al Khaththab, beliau berkata,
ŁŁŲ“ŁŲ“ŁŲŖŁ
ŁŁŁŁŁ
Ų§ ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŲ£ŁŁŁŲ§ ŲµŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł ŁŁŲ£ŁŲŖŁŁŁŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ -ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ
ŁŲ³ŁŁ
- ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ ŲµŁŁŁŲ¹ŁŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁ
Ł Ų£ŁŁ
ŁŲ±Ų§Ł Ų¹ŁŲøŁŁŁ
Ų§Ł ŁŁŲØŁŁŁŁŲŖŁ ŁŁŲ£ŁŁŁŲ§ ŲµŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł
ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų±ŁŲ³ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ -ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
-
Ā« Ų£ŁŲ±ŁŲ£ŁŁŁŲŖŁ ŁŁŁŁ ŲŖŁŁ
ŁŲ¶ŁŁ
ŁŲ¶ŁŲŖŁ ŲØŁŁ
ŁŲ§Ų”Ł ŁŁŲ£ŁŁŁŲŖŁ
ŲµŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł Ā». ŁŁŁŁŲŖŁ ŁŲ§Ł ŲØŁŲ£ŁŲ³Ł ŲØŁŲ°ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų±ŁŲ³ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ -ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ
ŁŲ³ŁŁ
- Ā« ŁŁŁŁŁŁ
Ł Ā»
āPada suatu hari aku rindu dan
hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka
aku datang kepada Nabi shallallahu āalaihi wa sallam dan aku berkata, āHari
ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal
sedang berpuasaā Rasulullah shallallahu āalaihi wa sallam bertanya,
āBagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?ā Aku
menjawab, āSeperti itu tidak mengapa.ā Kemudian Rasulullah shallallahu
āalaihi wa sallam bersabda, āLalu apa masalahnya?ā[17]
Masyruq pernah bertanya pada
āAisyah,
Ł
ŁŲ§
ŁŁŲŁŁŁŁ ŁŁŁŲ±ŁŁŲ¬ŁŁŁ Ł
ŁŁŁ Ų§ŁŁ
ŁŲ±ŁŲ£ŁŲŖŁ ŲµŁŲ§Ų¦ŁŁ
ŁŲ§ Ų ŁŁŲ§ŁŁŲŖŁ ŁŁŁŁŁ Ų“ŁŁŁŲ” Ų„ŁŁŁŁŲ§ Ų§ŁŁŲ¬ŁŁ
ŁŲ§Ų¹Ł
āApa yang dibolehkan bagi
seseorang terhadap istrinya ketika puasa? āAisyah menjawab, āSegala sesuatu
selain jimaā (bersetubuh)ā.ā[18]
5. Bekam dan donor darah jika tidak
membuat lemas.
Dalil-dalil berikut menunjukkan
dibolehkannya bekam bagi orang yang berpuasa.
Ų¹ŁŁŁ
Ų§ŲØŁŁŁ Ų¹ŁŲØŁŁŲ§Ų³Ł ā Ų±Ų¶Ł Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ
Ų§ ā Ų£ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ ā ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ
ŁŲ³ŁŁ
ā Ų§ŲŁŲŖŁŲ¬ŁŁ
Ł Ų ŁŁŁŁŁŁ Ł
ŁŲŁŲ±ŁŁ
Ł ŁŁŲ§ŲŁŲŖŁŲ¬ŁŁ
Ł ŁŁŁŁŁŁ ŲµŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł .
Dari Ibnu āAbbas radhiyallahu
āanhuma berkata bahwa Nabi shallallahu āalaihi wa sallam berbekam
dalam keadaan berihrom dan berpuasa. (HR. Bukhari no. 1938)
ŁŁŲ³ŁŲ£ŁŁŁ
Ų£ŁŁŁŲ³Ł ŲØŁŁŁ Ł
ŁŲ§ŁŁŁŁ ā Ų±Ų¶Ł Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁ ā Ų£ŁŁŁŁŁŲŖŁŁ
Ł ŲŖŁŁŁŲ±ŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲŁŲ¬ŁŲ§Ł
ŁŲ©Ł
ŁŁŁŲµŁŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł ŁŁŲ§ŁŁ ŁŲ§Ł . Ų„ŁŁŲ§ŁŁ Ł
ŁŁŁ Ų£ŁŲ¬ŁŁŁ Ų§ŁŲ¶ŁŁŲ¹ŁŁŁ
Anas bin Malik radhiyallahu āanhu
ditanya, āApakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang
berpuasa?ā Beliau berkata, āTidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.ā
(HR. Bukhari no. 1940)
Menurut jumhur (mayoritas ulama)
yaitu Imam Abu Hanifah, Malik, Asy Syafiāi, berbekam tidaklah membatalkan
puasa. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Masāud, Ibnu āUmar, Ibnu āAbbas,
Anas bin Malik, Abu Saāid Al Khudri dan sebagian ulama salaf.
Imam Asy Syafiāi dalam Al Umm
mengatakan, āJika seseorang meninggalkan bekam ketika puasa dalam rangka
kehati-hatian, maka itu lebih aku sukai. Namun jika ia tetap melakukan bekam,
aku tidak menganggap puasanya batal.ā[19]
Di antara alasan bahwa bekam
tidaklah membatalkan puasa:
Alasan pertama: Boleh jadi hadits yang menjelaskan batalnya orang yang
melakukan bekam dan di bekam adalah hadits yang telah di mansukh
(dihapus) dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Saāid Al Khudri
berikut:
Ų±ŁŲ®ŁŁŲµŁ
Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ -ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
- ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŲ©Ł
ŁŁŁŲµŁŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł ŁŁŲ§ŁŁŲŁŲ¬ŁŲ§Ł
ŁŲ©Ł
āNabi shallallahu āalaihi wa
sallam memberi keringanan (rukhsoh) bagi orang yang berpuasa untuk mencium
istrinya dan berbekam.ā[20]
Ibnu Hazm mengatakan, āHadits yang
menyatakan bahwa batalnya puasa orang yang melakukan bekam dan orang yang
dibekam adalah hadits yang shohih ātanpa ada keraguan sama sekali-. Akan
tetapi, kami menemukan sebuah hadits dari Abu Saāid: āNabi shallallahu
āalaihi wa sallam memberi keringanan (rukhsoh) bagi orang yang berpuasa untuk
berbekamā. Sanad hadits ini shohih. Maka wajib bagi kita untuk menerimanya.
Yang namanya rukhsoh (keringanan) pasti ada setelah adanya āazimah (pelarangan)
sebelumnya. Hadits ini menunjukkan bahwa hadits yang menyatakan batalnya puasa
dengan berbekam (baik orang yang melakukan bekam atau orang yang dibekam)
adalah hadits yang telah dinaskh (dihapus).ā[21]
Setelah membawakan pernyataan Ibnu Hazm
di atas, Syaikh Al Albani mengatakan, āHadits semacam ini dari berbagai jalur
adalah hadits yang shohih ātanpa ada keraguan sedikitpun-. Hadits-hadits ini
menunjukkan bahwa hadits yang menyatakan batalnya puasa karena bekam adalah
hadits yang telah dihapus (dinaskh). Oleh karena itu, wajib bagi kita mengambil
pendapat ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Hazm rahimahullah di
atas.ā[22]
Alasan kedua: Pelarangan berbekam ketika puasa yang dimaksudkan dalam
hadits adalah bukan pengharaman. Maka hadits: āOrang yang melakukan bekam
dan yang dibekam batal puasanyaā adalah kalimat majas. Jadi maksud hadits
tersebut adalah bahwa orang yang membekam dan dibekam bisa terjerumus dalam
perkara yang bisa membatalkan puasa. Yang menguatkan hal ini adalah hadits yang
diriwayatkan oleh āAbdur Rahman bin Abi Layla dari salah seorang sahabat Nabi shallallahu
āalaihi wa sallam, beliau shallallahu āalaihi wa sallam bersabda,
Ų£ŁŁŁŁ
Ų±ŁŲ³ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ -ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
- ŁŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ
Ų§ŁŁŲŁŲ¬ŁŲ§Ł
ŁŲ©Ł ŁŁŲ§ŁŁŁ
ŁŁŁŲ§ŲµŁŁŁŲ©Ł ŁŁŁŁŁ
Ł ŁŁŲŁŲ±ŁŁŁ
ŁŁŁŁ
ŁŲ§ Ų„ŁŲØŁŁŁŲ§Ų”Ł Ų¹ŁŁŁŁ Ų£ŁŲµŁŲŁŲ§ŲØŁŁŁ
āRasulullah shallallahu āalaihi
wa sallam melarang berbekam dan puasa wishol -namun tidak sampai mengharamkan-,
ini masih berlaku bagi sahabatnya.ā[23]
Jika kita melihat dalam hadits Anas
yang telah disebutkan, terlihat jelas bahwa bekam itu terlarang ketika akan
membuat lemah. Anas ditanya,
Ų£ŁŁŁŁŁŲŖŁŁ
Ł
ŲŖŁŁŁŲ±ŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲŁŲ¬ŁŲ§Ł
ŁŲ©Ł ŁŁŁŲµŁŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł ŁŁŲ§ŁŁ ŁŲ§Ł . Ų„ŁŁŲ§ŁŁ Ł
ŁŁŁ
Ų£ŁŲ¬ŁŁŁ Ų§ŁŲ¶ŁŁŲ¹ŁŁŁ
āApakah kalian tidak menyukai
berbekam bagi orang yang berpuasa?ā Anas menjawab, āTidak, kecuali jika
bisa menyebabkan lemah.ā
Dengan dua alasan di atas, maka
pendapat mayoritas ulama kami nilai lebih kuat yaitu bekam tidaklah membatalkan
puasa. Akan tetapi, bekam dimakruhkan bagi orang yang bisa jadi lemas. Termasuk
dalam pembahasan bekam ini adalah hukum donor darah karena keduanya sama-sama
mengeluarkan darah sehingga hukumnya pun disamakan.[24]
6. Mencicipi makanan selama tidak
masuk dalam kerongkongan
Dari Ibnu āAbbas radhiyallahu
āanhuma, ia mengatakan,
ŁŲ§Ł
ŲØŁŲ£ŁŲ³Ł Ų£ŁŁŁ ŁŁŲ°ŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲ®ŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁ Ų§ŁŲ“ŁŁŁŁŲ”Ł Ł
ŁŲ§ ŁŁŁ
Ł ŁŁŲÆŁŲ®ŁŁŁ ŲŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁ
ŲµŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł
āTidak mengapa seseorang yang
sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke
kerongkongan.ā[25]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, āMencicipi makanan dimakruhkan jika tidak ada hajat, namun tidak
membatalkan puasa. Sedangkan jika ada hajat, maka dibolehkan sebagaimana
berkumur-kumur ketika berpuasa.ā[26]
Yang termasuk dalam mencicipi adalah
adalah mengunyah makanan untuk suatu kebutuhan seperti membantu mengunyah
makanan untuk si kecil.
āAbdur Rozaq dalam mushonnaf-nya
membawakan Bab āSeorang wanita mengunyah makanan untuk anaknya sedangkan dia
dalam keadaan berpuasa dan dia mencicipi sesuatu darinyaā. āAbdur Rozaq
membawakan beberapa riwayat di antaranya dari Yunus, dari Al Hasan Al Bashri,
ia berkata,
Ų±ŁŲ£ŁŁŁŲŖŁŁŁ
ŁŁŁ
ŁŲ¶ŁŲŗŁ ŁŁŁŲµŁŁŲØŁŁ Ų·ŁŲ¹ŁŲ§Ł
ŁŲ§ ŁŁŁŁŁŁ ŲµŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł ŁŁŁ
ŁŲ¶ŁŲŗŁŁŁ Ų«ŁŁ
ŁŁ ŁŁŲ®ŁŲ±ŁŲ¬ŁŁŁ Ł
ŁŁŁ
ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ¶ŁŲ¹ŁŁŁ ŁŁŁ ŁŁŁ
Ł Ų§ŁŲµŁŁŲØŁŁ
āAku melihat Yunus mengunyah
makanan untuk anak kecil -sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa-. Beliau
mengunyah kemudian beliau mengeluarkan hasil kunyahannya tersebut dari
mulutnya, lalu diberikan pada mulut anak kecil tersebut.ā[27]
7. Bercelak dan tetes mata
Bercelak dan tetes mata tidaklah
membatalkan puasa[28].
Ibnu Taimiyah menjelaskan, āPendapat yang lebih kuat adalah hal-hal ini
tidaklah membatalkan puasa. Karena puasa adalah bagian dari agama yang perlu
sekali kita mengetahui dalil khusus dan dalil umum. Seandainya perkara ini
adalah perkara yang Allah haramkan ketika berpuasa dan dapat membatalkan puasa,
tentu Rasulullah shallallahu āalaihi wa sallam akan menjelaskan kepada
kita. Seandainya hal ini disebutkan oleh beliau shallallahu āalaihi wa
sallam, tentu para sahabat akan menyampaikannya pada kita sebagaimana
syariat lainnya sampai pada kita. Karena tidak ada satu orang ulama pun menukil
hal ini dari beliau shallallahu āalaihi wa sallam baik hadits shohih, dhoāif,
musnad (bersambung sampai Nabi) ataupun mursal (sanad di atas tabiāin
terputus), dapat disimpulkan bahwa beliau shallallahu āalaihi wa sallam tidak
menyebutkan perkara ini (sebagai pembatal). Sedangkan hadits yang menyatakan
bahwa bercelak membatalkan puasa adalah hadits yang dhoāif (lemah).
Hadits tersebut dikeluarkan oleh Abu Daud dalam sunannya, namun selain beliau
tidak ada yang mengeluarkannya. Hadits tersebut juga tidak terdapat dalam
musnad Ahmad dan kitab referensi lainnya.ā[29]
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
ŁŁŲ§
ŲØŁŲ£ŁŲ³ ŲØŁŲ§ŁŁŁŁŲŁŁŁ ŁŁŁŲµŁŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł
āTidak mengapa bercelak untuk
orang yang berpuasa.ā[30]
8. Mandi dan menyiramkan air di
kepala untuk membuat segar
Bukhari membawakan Bab dalam kitab
shohihnya āMandi untuk orang yang berpuasa.ā Ibnu Hajar berkata,
āMaksudnya adalah dibolehkannya mandi untuk orang yang berpuasa.
Az Zain ibnul Munayyir berkata bahwa
mandi di sini bersifat mutlak mencakup mandi yang dianjurkan, diwajibkan dan
mandi yang sifatnya mubah. Seakan-akan beliau mengisyaratkan tentang lemahnya
pendapat yang diriwayatkan dari āAli mengenai larangan orang yang berpuasa
untuk memasuki kamar mandi. Riwayat ini dikeluarkan oleh āAbdur Rozaq, namun
dengan sanad dhoāif. Hanafiyah bersandar dengan hadits ini sehingga mereka
melarang (memakruhkan) mandi untuk orang yang berpuasa.ā[31]
Hal ini juga dikuatkan oleh sebuah
riwayat dari Abu Bakr bin āAbdirrahman, beliau berkata,
ŁŁŁŁŲÆŁ
Ų±ŁŲ£ŁŁŁŲŖŁ Ų±ŁŲ³ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ -ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ
- ŲØŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŲ±ŁŲ¬Ł
ŁŁŲµŁŲØŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų±ŁŲ£ŁŲ³ŁŁŁ Ų§ŁŁŁ
ŁŲ§Ų”Ł ŁŁŁŁŁŁ ŲµŁŲ§Ų¦ŁŁ
Ł Ł
ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¹ŁŲ·ŁŲ“Ł Ų£ŁŁŁ Ł
ŁŁŁ
Ų§ŁŁŲŁŲ±ŁŁ.
āSungguh, aku melihat Rasulullah
shallallahu āalaihi wa sallam di Al āAroj mengguyur kepalanya -karena keadaan
yang sangat haus atau sangat terik- dengan air sedangkan beliau dalam keadaan
berpuasa. ā[32]
Penulis Aunul Maābud mengatakan,
āHadits ini merupakan dalil bolehnya orang yang berpuasa untuk menyegarkan
badan dari cuaca yang cukup terik dengan mengguyur air pada sebagian atau
seluruh badannya. Inilah pendapat mayoritas ulama dan mereka tidak membedakan
antara mandi wajib, sunnah atau mubah.ā[33]
9. Menelan dahak.
Menurut madzhab Hanafiyah dan
Malikiyah, menelan dahak[34]
tidak membatalkan puasa karena ia dianggap sama seperti air ludah dan bukan
sesuatu yang asalnya dari luar.[35]
10. Menelan sesuatu yang sulit
dihindari.
Seperti masih ada sisa makanan yang
ikut pada air ludah dan itu jumlahnya sedikit serta sulit dihindari dan juga
seperti darah pada gigi yang ikut bersama air ludah dan jumlahnya sedikit, maka
seperti ini tidak mengapa jika tertelan. Namun jika darah atau makanan lebih
banyak dari air ludah yang tertelan, lalu tertelah, puasanya jadi batal.[36]
11. Makan, minum, jimaā (berhubungan
badan) dalam keadaan lupa.
12. Muntah yang tidak sengaja.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Cuplikan dari Buku Panduan Ramadhan
Catatan Kaki:
[1]
HR. Bukhari no. 1926.
[2]
HR. Muslim no. 1109
[3]
Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya secara muāallaq
(tanpa sanad). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Khuzaimah 1/73 dengan sanad lebih
lengkap. Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih
[4]
Fathul Bari, 4/158
[5]
Majmuā Al Fatawa, 25/266
[6]
Tuhfatul Ahwadzi, 3/345
[7]
Majmuā Fatwa wa Rosaāil Ibnu āUtsaimin, 17/259
[8]
HR. An Nasai no. 5 dan Ahmad 6/47. Syaikh Al Albani rahimahullah
mengatakan bahwa hadits ini shahih
[9]
Majmuā Fatawa wa Rosail Ibnu āUtsaimin, 17/261-262
[10]
HR. Abu Daud no. 142, Tirmidzi no. 788, An Nasaāi no. 87, Ibnu Majah no. 407,
dari Laqith bin Shobroh. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan
shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih
[11]
Majmuā Al Fatawa, 25/266
[12]
Shahih Fiqh Sunnah, 2/112
[13]
Fathul Bari, 4/159
[14]
Lihat Al Mawsuāah Al Fiqhiyah, 2/13123 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/110-111
[15]
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/215
[16]
HR. Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 1106
[17]
HR. Ahmad 1/21. Syaikh Syuāaib Al Arnauth rahimahullah mengatakan bahwa
sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim.
[18]
Riwayat ini disebutkan dalam Fathul Bari (4/149), dikeluarkan oleh āAbdur Rozaq
dengan sanad yang shahih.
[19]
Al Umm, 2/106
[20]
HR. Ad Daruquthni 2/183 dan Ibnu Khuzaimah 7/247. Ad Daruqutni mengatakan bahwa
semua periwayat dalam hadits ini tsiqoh/terpercaya kecuali Muātamar yang
meriwayatkan secara mauquf -yaitu hanya sampai pada sahabat-. Syaikh Al Albani
dalam Irwaā (4/74) mengatakan bahwa semua periwayat hadits ini tsiqoh/terpercaya,
akan tetapi dipersilihkan apakah riwayatnya marfuā -sampai pada Nabi- atau
mawquf -sampai sahabat-
[21]
Dinukil dari Al Irwaā, 4/74
[22]
Al Irwaā, 4/75
[23]
HR. Abu Daud no 2374. Hadits ini tidaklah cacat, walaupun nama sahabat tidak
disebutkan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih
[24]
Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/113-114
[25]
HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf 2/304. Syaikh Al Albani dalam Irwaā no.
937 mengatakan bahwa riwayat ini hasan
[26]
Majmuā Al Fatawa, 25/266-267
[27]
HR. āAbdur Rozaq dalam Mushonnafnya (4/207)
[28]
Lihat Shifat Shoum Nabi, hal. 56 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/115
[29]
Majmuā Al Fatawa, 25/234
[30]
Dikeluarkan oleh āAbdur Rozaq dengan sanad yang shahih. Lihat Fathul Bari,
4/154
[31]
Fathul Bari, 4/153
[32]
HR. Abu Daud no. 2365
[33]
āAunul Maābud, 6/352
[34]
Dahak adalah sesuatu yang keluar dari hidung atau lendir yang naik dari dada
[35]
Lihat Al Mawsuāah Al Fiqhiyah, 2/9962 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/117
[36]
Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/118
0 Feed back:
Post a Comment