Aku berbohong pada Ibu demi Ayah
Pagi itu jam 6:00 si anak menelepon ayahnya:
“Ayah, tolong antarkan aku sekolah.”
“Ibumu kemana?”
“Ibu sakit, ayah, tidak bisa mengantarkanku ke sekolah. Kali ini ayah aja yang antarkan aku ke sekolah.”
“Ayah tidak bisa. Ayah nanti terlambat ke kantor. Kamu naik angkot saja atau ojek.”
“Uang ibu hanya tingal 10 ribu, ibu sakit, kami belum makan pagi, takut ada apa-apa di rumah, kalau aku pakai untuk ongkos, kasian ibu sakit, belum makan, juga adik-adik nanti makan apa, ayah?”
“Ya sudah, kamu jalan kaki saja ke sekolah. Ayah juga dulu ke sekolah jalan kaki. Kamu anak laki laki harus kuat.”
“Ya Sudah, terimakasih ayah.”
Si anak mengakhiri teleponnya dengan ayahnya.
Dihapusnya air mata di sudut matanya, lalu berbalik masuk kamar. Ketika ibunya menatap wajahnya, dia tersenyum.
“Apa kata ayahmu, nak?”
“Kata ayah, iya ibu. Ayah kali ini yang antar aku ke sekolah.”
“Baguslah, nak. Sekolahmu jauh, kamu akan kelelahan kalau harus berjalan kaki. Doakan ibu lekas sembuh ya, biar besok ibu bisa antar kau ke sekolah.”
“Iya ibu, ibu tenang saja, ayah yang antar. Ayah bilang aku tunggu di depan gang supaya cepat, ibu.”
“Berangkatlah, nak. Belajar yang rajin, yang semangat.”
“Iya, bu…”
Tahun berganti tahun. Anak itu sekolah sampai pascasarjana dengan beasiswa.
Setelah lulus dia bekerja di perusahaan asing dengan gaji besar.
Dengan penghasilannya, dia membiayai hidup ibunya, membantu menyekolahkan adik-adiknya sampai sarjana.
Satu hari, ayahnya menelepon.
“Ada apa, ayah?”
“Nak, ayah sakit, tidak ada yang membantu mengantarkan ayah ke rumah sakit. Bisakah kamu tolong antarkan ayah ke rumah sakit?”
“Memang istri ayah kemana?”
“Sudah pergi nak sejak ayah sakit-sakitan.”
“Ayah, aku sedang kerja. Ayah ke rumah sakit pakai taksi saja.”
“Kenapa kamu begitu? Siapa yang akan mengurus pendaftran di rumah sakit dan lain-lain? Apakah supir taksi? Kamu anak ayah, masa orangtua sakit kamu tidak mau bantu mengurus?”
“Maaf, ayah. Ayah yang telah mengajariku mengurus diri sendiri. Bukankah ayah yang mengajarkan aku bahwa pekerjaan lebih penting daripada istri yang sakit dan anak yang ingin ke sekolah?
Tahukah ayah bahwa hari itu pertama kali aku berbohong kepada ibu, aku katakan iya ayah yang akan antarkan aku ke sekolah, dan meminta aku menunggu di depan gang.
Tapi ayah tau aku jalan kaki seperti yang ayah suruh, di tengah jalan ibu menyusul dengan sepeda, ibu tahu aku berbohong, dengan tubuh sakitnya ibu mengayuh sepeda mengantarkan aku ke sekolah.”
Ayah mengajarkan aku pekerjaan adalah yang utama. Ayah mengajarkan aku kalau ayah saja bisa, aku juga harus bisa walau tubuhku lemah.
Kalau ayah bisa ajarkan itu, maka ayah pun harus bisa melakukan.
Si ayah terdiam. Sepi di seberang telepon.
Baru disadarinya betapa dalam luka yang ditorehkannya di hati anaknya.
Sumber: www.fiqhmenjawab.net
0 Feed back:
Post a Comment